Your clothes conceal much of your beauty, yet they hide not the unbeautiful (Kahlil Gibran)
Bagi manusia, pakaian tidak hanya mempunyai nilai fungsional (untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin dan panas atau ancaman binatang buas). Pakaian
dan aksesoris yang dikenakan manusia merupakan simbol identitas gender,
agama, dan status sosial. Pakaian bisa juga menjadi alat ekspresi
diri. Baju hitam , misalnya, biasa dikenakan orang yang sedang
kesusahan. Model dan cara berpakaian juga bisa dijadikan media untuk
mengekspresikan pemberontakan pada kemapanan atau semangat untuk lepas
dari keseragaman . Ini biasa dilakukan oleh kelompok yang anti kemapanan
seperti komunitas punk dan para seniman . Bagi masyarakat adat atau
kelompok religius, pakaian mempunyai nilai sakral dan suci karena
menjadi bagian dari ritual adat atau ibadah agama. Misalnya, baju hitam
orang Badui, kain kotak-kotak putih dan hitam orang Bali, atau jilbab
wanita muslimah dan kerudung biarawati.
Ternyata pakaian itu di tangan manusia bisa menjadi sangat rumit dan politis.
Pakaian
dan aksesorisnya menjadi semakin kompleks pabila dilekatkan ke tubuh
perempuan. Busana bagi perempuan tidak akan pernah hanya sebagai
selembar kain penutup tubuh. Pakaian perempuan sarat dengan berbagai
simbol yang disitu melekat banyak sekali nilai. Pakaian yang menempel
di tubuh perempuan merupakan representasi banyak kepentingan : status
sosial, ekonomi, politik, norma, etika dan estetika. Banyaknya simbol
dan nilai yang dilekatkan pada busana perempuan menjadikan fashion dan
tubuh perempuan menjadi perdebatan yang tidak ada matinya.
Sejarah
mencatat betapa tubuh perempuan menanggung beban berat karena
simbol-simbol yang dilekatkan kepadanya. Penggunaan korset pada zaman
Victoria di Inggris, pengecilan kaki (foot binding) di Cina atau
gelang-gelang leher perempuan suku Karen di Thailand menjadi bukti nyata
sejarah penindasan fashion kepada kaum perempuan atas nama kepentingan
identitas , status sosial ataupun kecantikan (Wikipedia).
Mode pakaian perempuan pada zaman Victoria memaksa
perempuan menyiksa tubuhnya dengan mengenakan korset agar pinggangnya
kelihatan ramping sehingga mode baju yang trend saat itu semakin
kelihatan indah.
Foot binding di Cina mulai dipraktekkan sejak abad 10 hingga tahun 1900an. Pengecilan telapak kaki perempuan dilakukan dengan mengikat kuat telapak kaki hingga menekuk ke tumit yang dilakukan sejak anak berumur sekitar 5 tahun. Proses ini sangat menyakitkan dan berlangsung hampir sepanjang hidup seorang perempuan. Foot binding diberlakukan bagi perempuan dari keluarga kaya dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka nantinya tidak akan melakukan pekerjaan kasar (manual). Kaki yang kecil dianggap indah dan membuat gerakan perempuan menjadi lebih feminin serta anggun , terlebih lagi apabila kaki kecil itu mengenakan sepatu sutera yang sangat indah.
Lain
lagi ukuran kecantikan perempuan suku Karen di Thailand. Perempuan
Karen yang cantik adalah perempuan dengan leher yang panjang seperti
jerapah dan untuk membentuk leher yang panjang pada leher perempuan
dilekatkan gelang-gelang besi yang jumlahnya semakin lama semakin
bertambah banyak.
Yang lebih ekstrim lagi adalah ukuran kecantikan suku Mursi di Sudan Afrika. Cantik bagi orang Mursi dicirikan oleh mulut yang lebar sehingga bisa untuk tempat meletakkan piring. Proses untuk membentuk mulut yang lebar itu sama menyakitkannya dengan proses membentuk kaki yang kecil di Cina. Perempuan dengan mulut yang lebar akan dihargai tinggi oleh laki-laki yang akan melamarnya sehingga menguntungkan orang tuanya (Wikipedia)
Yang lebih ekstrim lagi adalah ukuran kecantikan suku Mursi di Sudan Afrika. Cantik bagi orang Mursi dicirikan oleh mulut yang lebar sehingga bisa untuk tempat meletakkan piring. Proses untuk membentuk mulut yang lebar itu sama menyakitkannya dengan proses membentuk kaki yang kecil di Cina. Perempuan dengan mulut yang lebar akan dihargai tinggi oleh laki-laki yang akan melamarnya sehingga menguntungkan orang tuanya (Wikipedia)
Benar sekali ungkapan yang menyatakan “Beauty is in the eye of the beholder”,
ukuran cantik itu bisa sangat subyektif tergantung pada selera mata dan
hati orang yang melihatnya. Bagaimana bisa kaki yang dibuat cacat
justru menandakan status sosial yang tinggi, leher yang seperti jerapah
dan mulut yang tidak “umum” justru dibilang cantik. Manusia memang makhluk yang unik dan aneh !
Mungkin
ada yang berpendapat bahwa praktek menyiksa diri untuk memperoleh
sebutan cantik itu hanya dipraktekkan oleh masyarakat suku primitif.
Ternyata perkiraan ini tidak benar. Praktek yang sama ternyata juga
ditempuh oleh para perempuan modern dan berpendidikan tinggi. Operasi
plastik atau suntik silicon untuk mendapatkan wajah dan tubuh yang
cantik dan indah adalah bagian dari gaya hidup wanita kaya zaman
sekarang. Bahkan manipulasi untuk mempermak bagian-bagian tubuh agar
menjadi “cantik” di zaman ini semakin canggih. Banyak perempuan yang
rela kesakitan demi mendapatkan “kecantikan” yang diidamkan. Tentang
aksesoris bahkan bisa lebih gila lagi. Coba lihat koleksi sepatu Lady
Gaga ini.
sumber: http://juliefisipuns.blogspot.com/2011/07/tentang-fashion-membebaskan-atau.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar