Kehidupan wanita Asmat, bahkan dalam kehidupannya sebagai “wanita” di sukunya, dengan tugas yang di bebankan takdir sebagai perempuan, wanita-wanita suku Asmat ini masih bisa tersenyum. Dari sejak lahir sampai sebelum berumur lima tahun, kehidupan anak perempuan suku ini terbilang paling menyenangkan.
Karena mereka masih bebas bermain tanpa terbebani oleh tugas-tugas rumah tangga yang memberatkan meski waktunya bermain tidak sebanyak anak laki-laki.
Setelah masa lima tahun mereka usai, mulailah perjalan mereka sebagai wanita suku di bentuk. Sedikit demi sedikit pekerjaan rumah tangga mulai di perkenalkan dan merampas masa kanak-kanak mereka dan kesempatan bermain.
Kehidupan mereka di mulai sebelum matahari terbit. Mengambil air di sungai, memasak sagu, menberi makan anak-anak, dan semua harus terselesaikan sebelum suami-suami mereka bangun. Menangkap ikan bagi kebanyakan para wanita sebenarnya kegiatan menyenangkan meski yang di dapat hanya ikan dan udang kecil. Mengangkat jaring yang dipasang melintang semalam sebelumnya di sungai, mereka asyik menggosipkan kaum laki-laki, hobby wanita yang lumrah. Saking asyiknya, mereka sering lengah akan buaya. Setiap tahun hampir selalu ada orang yang dimakan buaya di Asmat, dan hampir selalu wanita.
Sore hari mereka mencari kayu bakar. Terkadang di temani si suami meski peran benar-benar untuk menemani saja. Setelah kayu bakar terkumpul, tetaplah wanita yang bertugas mengangkatnya dan membawanya pulang.
Lalu apa yang di kerjakan laki-laki di sana ?
Mereka kebanyakan hanya duduk dan menikmati apa yang sudah di sediakan istri sambil menghisap tembakau atau berjudi. Memahat di lakukan sesekali oleh kaum prianya, dalam proses pengerjaan pahatan, semakin lama laki-laki bekerja memahat, semakin sibuk perempuan karena harus menyiapkan lebih banyak makanan untuk suami. Mencari ikan dan mencari kayu bakar sendiri. Setelah pahatan selesai dan terjual tidak lalu otomatis istri dapat menikmati hasil penjualan itu. Mereka tidak pernah mendapatkan “upah” yang setimpal, karena hasil penjualan akan di nikmati suami seorang diri untuk berjudi atau minuman keras.
Belum lagi perlakuan dan tindak kekerasan yang harus di terima perempuan apabila apa yang di inginkan suami tidak terpenuhi, atau mereka kalah berjudi, tak luput wanitalah yang menjadi sasaran kemarahan itu.
Dengan kehidupan begitu berat, perempuan Suku Asmat setelah menikah cepat sekali nampak lebih tua dari usia sebenarnya. Dan jarang sekali ada perempuan Asmat berusia lebih dari 40 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar