Update lagi berita terbaru dan masih membicarakan Kecelakaan Sukhoi, Kali Ini dengan Judul : Misteri Kotak Hitam Sukhoi Superjet 100. Ketika kecelakaan pesawat terjadi, kotak hitam selalu menjadi buruan. Begitu pula dengan tragedi Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor. Dan black box Sukhoi telah ditemukan pada Selasa lalu, 15 Mei 2012 pukul 21.00 WIB, 100 meter dari ekor pesawat.
"Sudah
ketemu dan dikonfirmasi oleh Basarnas (Badan SAR Nasional) dan KNKT
(Komite Nasional Keselamatan Transportasi)," kata Kepala Tim Evakuasi
Marinir Letkol Oni Junianto.
Kotak hitam itu ditemukan di sekitar lereng oleh tim
evakuasi dan pencari korban Sukhoi SSJ 100. Mengambilnya ke permukaan
bukan perkara mudah. Piranti mahapenting yang bisa mengungkap petaka
itu terkubur di dalam tanah di antara pepohonan, terempas di kedalaman
sekitar 200 meter dari dasar jurang dengan kemiringan 85 derajat.
Danrem
061 Surya Kencana Kolonel AM Putranto mengisahkan tim yang terdiri
dari empat anggota Kopassus harus diturunkan helikopter menggunakan
tali.
Ketua
regu evakuasi tim Kopassus, Lettu Taufik, mengatakan pada mulanya
mereka tidak mengenali kotak itu karena bentuknya sudah berbeda.
Warnanya hitam, tanpa penutup. Diduga, kotak itu terlempar karena
ledakan dan terbakar. "Langsung kami bawa dengan ransel," katanya.
Serah
terima kotak hitam kepada Basarnas telah berlangsung Rabu pagi kemarin
di landasan helikopter Pasir Pogor, Cijeruk, Bogor, Jawa
Barat. Komandan Korem 0621 Surya Kencana Kolonel Inf. AM Putranto
menyatakan keyakinannya bahwa benda itu memang kotak hitam yang
dicari-cari.
Oleh
Basarnas, kotak hitam diserahkan ke KNKT. Lembaga inilah yang
berwenang membedahnya. Tapi, KNKT tidak bertindak sendiri. Pihak Rusia
memberikan bantuan untuk menganalisa isinya. Menurut Kepala Basarnas
Marsekal Madya Daryatmo tim Rusia berperan sebagai pendamping saja.
Ketua
KNKT Tatang Kurniadi menyatakan lembaganya akan mengungkap penyebab
kecelakaan SSJ 100. Mereka butuh waktu 1-2 minggu untuk membaca rekaman
CVR.
"Luarnya terbakar. Semoga bagian dalam masih bagus," kata Daryatmo.
Setelah
diidentifikasi, staf Laboratorium Flight Recorder KNKT, Andreas
Ricardo Hananto, menjelaskan tim SAR telah menemukan Cockpit Voice
Recorder (CVR). Akan tetapi, Flight Data Recorder (FDR) belum
ditemukan. Kotak hitam terdiri dari dua bagian, yakni CVR dan FDR.
Kotak hitam
Sejatinya, black box yang
merekam data penerbangan tidak berwarna hitam, tapi oranye. Jejak
warna oranye masih terlihat pada kotak hitam Sukhoi SSJ 100. Warna
mencolok ini dimaksudkan untuk memudahkan pencarian saat misalnya
tenggelam di laut.
Menurut howstuffworks.com,
istilah "kotak hitam" boleh jadi berasal dari dua hal: warnanya memang
hitam pada produksi pertama atau karena kotak itu selalu cenderung
hangus terbakar akibat kecelakaan.
Menurut
dokumen L-3 Communications, penemu pesawat Wright bersaudara telah
memelopori penggunaan perangkat ini untuk merekam rotasi baling-baling.
Perang Dunia II lalu meluaskan penggunaannya untuk merekam penerbangan.
Pada
1953, ada peristiwa yang menginspirasi pembuatan kotak hitam pertama.
Itu adalah ketika ilmuwan Australia, David Warren, menyelidiki jatuhnya
Komet De Havilland di India pada 1953. Berdasarkan laporan Time, Warren tidak dapat memastikan penyebab kecelakaan yang menewaskan 43 orang itu.
Sejak
itu, selama beberapa tahun, dia lalu mengembangkan prototipe perekam
penerbangan yang melacak informasi dasar seperti ketinggian dan arah
pesawat. Terbungkus asbes dan logam, perekam data dan suara ini dijuluki
“kotak hitam” karena tidak ada yang tahu cara kerjanya.
Kotak
hitam berisi pita magnetik atau kaset mulai populer pada akhir
1950-an. Perangkat ini wajib digunakan penerbangan komersial pada 1960
atas instruksi Badan Penerbangan Federal AS. Setelah kotak hitam kerap
ditemukan hancur dalam kecelakaan, pada 1965 posisinya dipindahkan ke
bagian belakang pesawat, supaya lebih dapat bertahan.
Kini,
kotak hitam tak lagi menggunakan kaset yang mudah meleleh. Perangkat
itu kini menggunakan chip memori tanpa bagian bergerak, sehingga risiko
kerusakan menjadi lebih kecil.
Kotak
hitam seharusnya terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit
Voice Recorder (CVR). CVR berisi data audio percakapan yang terjadi di
kokpit dengan durasi sekitar dua jam. FDR merekam data penerbangan
selama 25 jam.
Dua
perekam ini mampu menahan suhu hingga 2.000 F (sekitar 1.093 C) dan
hantaman hingga 100 G; 1 G sama dengan kekuatan gravitasi bumi. Duet
perangkat ini melacak percakapan pilot, suara mesin, perintah kontrol
lalu-lintas udara, level bahan bakar, peralatan pendaratan, dan
data-data lainnya yang merekam saat-saat terakhir pesawat.
Di luar kotak hitam
Persoalannya,
usai kecelakaan pesawat, selalu saja sangat sulit mencari kotak hitam.
Apakah tidak ada teknologi yang lebih memudahkan?
Hal
itulah yang memicu produsen pesawat Kanada, Bombardier, merilis
CSeries tipis pada bodi jet yang bakal dirilis 2013 mendatang. Dengan
perangkat itu, pesawat ini akan menjadi pesawat komersial pertama
dengan kemampuan mengirimkan data telemetri, bukan hanya merekamnya
saja. Ide di baliknya adalah untuk streaming data secara real time baik secara langsung dari stasiun darat ataupun dengan satelit.
Kendati
menjadi alternatif untuk menggantikan kotak hitam, tujuan utama
inovasi Bombardier bukanlah untuk membantu penyelidikan pesawat jatuh.
Perusahaan ini hendak membuat pusat data penerbangan yang menampung
informasi operasi dan performa mekanis pesawat. Akan tetapi, dengan
teknologi ini, data dapat disimpan dengan aman meski pesawat mengalami
kecelakaan. Hanya dalam kesempatan yang langka, kecelakaan dapat merusak
panel sirkuit sehingga tidak lagi bisa dibaca.
Soal kerahasiaan, pada prinsipnya jalur streaming suara bisa dienkripsi saat proses transmisi. Akan tetapi, inovasi ini masih ditentang untuk diimplementasikan. “Streamingdata suara tidak akan terjadi. Kita tidak butuh program reality show pesawat,” ujar Voss, seorang pakar keselamatan penerbangan, menyindir.
Biaya adalah persoalan lain dari teknologi baru ini. Penyimpanan datanya sendiri tergolong murah. Tapi, harga kapasitas bandwidth pada satelit untuk dapat menampung data lalu-lintas laut dan udara sangatlah mahal, sekitar US$1 per kilobyte.
Persoalan ekonomi ini jauh lebih menantang ketimbang persoalan teknis. Untuk menyediakan kapasitas bandwidth yang
diperlukan untuk teknologi ini, diperlukan setidaknya 88 parameter
untuk melayani 8.000 lebih penerbangan komersial pada saat ini.
Penemu
telemetri, Seymour Levine, memperkirakan kebutuhan bandwidth maksimum
untuk setiap penerbangan adalah sekitar 25 Mbps. Total penyimpanan data
dalam sehari adalah sebesar 100Gb atau seperempat kuota memori
internal iPod Classic.
Levine
bersama istrinya telah mematenkan sistem yang mereka namai
"Safelander" ini. Teknologi ini juga memungkinkan pilot berada di darat
untuk mengendalikan pesawat yang sedang terbang dari jarak jauh. Dia
menyatakan sistem ini bisa menggagalkan peristiwa pembajakan pesawat
9/11 yang sedang beroperasi di udara. Sistem ini juga berpotensi
manjawab kebutuhan militer untuk merancang pesawat tanpa awak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar