Minggu, 08 April 2012

The Lady, Menghayati Perjuangan Suu Kyi

Mungkin saat ini penduduk Myanmar sedang terserang euforia. Pasalnya pahlawan mereka, Aung San Suu Kyi dipastikan menang dalam pemilihan parlemen Myanmar, Senin (2/4). Buah dari sebuah perjuangan lebih dari 20 tahun mulai menampakkan titik terang.

Kita di Indonesia memang hanya bisa mengikuti berita soal perjuangan San Suu Kyi dari media, tanpa tahu bagaimana ibu dua anak ini harus menjalani hari-harinya dalam tekanan nan hebat dari pihak militer negerinya.

Nah, untuk meresapi - dan mungkin terinspirasi - seorang Aung San Suu Kyi, kita bisa melihat filmnya yang mulai tayang di layar lebar.

The Lady, demikian judul film yang mengangkat perjuangan Aung San Suu Kyi, seorang aktivis prodemokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democracy (NLD).

Ia dibebaskan secara resmi oleh junta militer Myanmar pada tanggal 13 November 2010 setelah mendekam sebagai tahanan rumah selama 15 tahun dari 21 tahun masa penahanannya sejak pemilihan umum tahun 1990.



Dalam kisah berdurasi 132 menit ini, diceritakan tentang Aung San Suu Kyi (Michelle Yeoh) harus pulang ke Myanmar karena ibunya sakit parah.

Siapa sangka, kepulangannya tersebut menjadi titik tolak dari sebuah perjuangan panjang sang legenda hidup Myanmar ini. Ia harus merasakan kuatnya tekanan pemerintah junta militer sepanjang dua dekade berikutnya.


Suu Kyi adalah anak dari pahlawan Myanmar, Aung San, yang merundingkan kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947, dan dibunuh oleh saingannya pada tahun yang sama. Aung San Suu Kyi tumbuh bersama ibunya, Khin Kyi, dan dua saudara laki-laki.

Saat dewasa Aung San Suu Kyi menikah dengan Dr. Michael Aris (Dwavid Thewlis).Sesungguhnya, ia sudah hidup bahagia bersama suami dan dua anak lelakinya di Inggris.

Tahun 1988, ketika dunia sedang ramai memberitakan tindakan represif militer Myanmar terhadap demo para mahasiswa, Aung San Suu Kyi menerima telepon yang mengabarkan bahwa ibunya di Myanmar sakit. Ia pun harus pulang ke tanah airnya seorang diri.

Saat di bandara, pihak imigrasi rupanya tahu siapa Aung San Suu Kyi. Khawatir dia akan melakukan tindakan yang tidak diinginkan pihak militer, negara pun mulai memata-matai kegiatannya.

Di rumah sakit, kekejaman pihak militer terhadap mahasiswa yang selama ini dilihat Aung San Suu Kyi di televisi  terjadi di depan matanya. Dia melihat pihak militer menarik paksa mahasiswa dari rumah sakit dan menembak mati yang melawan.

Kesadaran Aung San Suu Kyi bangkit dan harus melawan, walau awalnya tak tahu harus mulai dari mana. Di saat yang sama, para akademisi dan mahasiswa mengetahui keberadaannya dan segera meminta wanita kelahiran 19 Juni 1945 ini menjadi pemimpin mereka untuk mengakhiri kekuasaan militer di Myanmar.

The Lady berhasil menggiring emosi pemirsa ikut merasakan betapa kerasnya tekanan yang mendera Aung San Suu Kyi. Tinggal sendiri di Myanmar sementara keluarganya di Inggris, berdiri dengan gagah ketika todongan senjata ada di depan mata, terkena tahan rumah tanpa seorang pun boleh menemuinya, hingga sambungan telepon yang diputus pemerintah.

Siapa sangka, di tangan sang sutradara Luc Besson, film ini berhasil menemui karakternya. Maklum, Luc Besson lebih dikenal dengan film-film beraroma maskulin semacam Taxi atau pun Transpotter. Peran aktris utama, Michelle Yeoh pun terasa kental untuk menghidupkan The Lady.


Film ini cukup layak menjadi inspirasi tentang makna sebuah perjuangan, dan keteguhan selama mengalami hantaman dari berbagai sisi. Bagaimanapun, tetap ada sisi optimis bahwa, sebuah perjuangan - seberat apa pun - pada akhirnya akan memberi hasil yang positif, apalagi bila dilandasi oleh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
THANKS FOR VISITING DEWIMARLAINA.BLOGSPOT.COM