Senin, 06 Februari 2012

Mengenal Wanita Muslimah Pertama Yang Meraih Nobel Perdamaian



Pertengahan Februari 2012 ini, Yaman akan menyelenggarakan Pemilu Presiden setelah selama 32 tahun berada di bawah rezim otoriter pimpinan Ali Abdullah Saleh. Salah satu nama tokoh yang muncul ketika berbicara tentang kesuksesan Revolusi Yaman dalam menggusur rezim Ali Abdullah Saleh dan menyelenggarakan pemilu kali ini adalah Tawakkol Karman.
Tawakkol seorang Muslimah berjilbab. Ia seorang jurnalis. Ia lahir di Yaman pada tahun yang sama dengan naiknya Ali Abdullah Saleh sebagai Presiden Yaman. Ia menjadi genarasi terbaik perempuan Yaman saat ini.
Perjuangan Tawakkol dalam memperjuangkan demokrasi di Yaman, yang berujung pada lengsernya kepemimpinan diktator Presiden Ali Abdullah Saleh mengantarkannya ke panggung penganugerahan Nobel Perdamaian 2011. Nobel ini ia bagi bersama dua orang pejuang perdamaian lainnya; Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf dan seorang aktivis perdamaian yang juga berasal dari Liberia bernama Leymah Gbowee.

Tawakkol dijuluki sebagai “Ibu Revolusi”. Ia aktif membela kebebasan berpendapat untuk warga Yaman, khususnya kaum perempuannya. Bersama tujuh orang jurnalis perempuan lainnya, ia mendirikan sebuah lembaga yang dinamainya Women Journalists Without Chains (WJWC) pada tahun 2005 silam. Lembaga ini ditujukan untuk menjadi ‘corong’ yang dengan lantang menyuarakan kebebasan berekspresi, berpendapat, dan mendapatkan hak-hak mereka dalam demokrasi.

Perjuangan Tawakkol tidaklah mudah. Beberapa kali ia harus keluar masuk penjara. Jelas, itu bukan karena ia bersalah. Tapi karena Pemerintah Yaman saat itu tak suka dengan gerakan yang dipimpinnya. Di luar penjara, ibu dari tiga orang anak ini juga kerap kali mendapatkan teror yang bukan hanya mengancam nyawanya tetapi juga keluarganya.

Sang Ibu Revolusi ini merupakan salah satu pemimpin gerakan demonstrasi mahasiswa yang dilakukan di Tahrir Square, Sana’a, yang berhasil menggerakkan ratusan ribu orang beberapa bulan lalu. Dalam gerakan revolusi berdarah itu, puluhan orang ditembak oleh penembak ulung yang bekerja untuk pemerintah. Saat itu, Tawakkol sempat ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Seperti biasa, ia masuk tanpa tuduhan yang jelas.
Namun, kisah pejuang selalu tak pernah tamat kecuali dengan dua hal; kesuksesan atau kematian sebagai pejuang. Karenanya, dijebloskan ke penjara sama sekali tak membuatnya gentar untuk terus berjuang. Justru, ia semakin gencar mendorong Pemerintah Yaman yang berkuasa saat itu untuk turun dan digantikan oleh orang-orang bijak yang melaksanakan demokrasi dengan sebenar-benarnya di Yaman. Saat itu, ia juga mengecam Arab Saudi dan Amerika Serikat yang dinilainya terlalu ikut campur atas urusan dalam negeri Yaman.

Hasil pertama yang dicapai dari perjuangannya saat itu berupa mengundurkan dirinya Perdana Mentri Yaman, Mujawar. Kesuksesan itu kemudian diikuti oleh keputusan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, untuk setuju akan turun dan mengadakan pemilihan presiden bagi seluruh rakyat Yaman, yang dijadwalkan pada Februari 2012 ini.

Dalam pidatonya di acara penyerahan penghargaan Nobel Perdamaian di Oslo, Tawakkol menegaskan bahwa peradaban manusia dibentuk atas kerjasama antara laki-laki dan perempuan. Jika kaum perempuan diperlakukan secara tidak adil dan hak-hak mereka dihilangkan, maka masyarakat (baik lelaki maupun perempuan) pasti akan ikut menderita.

Di mimbar itu, ia kemudian menawarkan demokrasi sebagai salah satu solusinya. Bukan demokrasi biasa! Tetapi demokrasi yang ditopang oleh seluruh kekuatan manusia, baik lelaki maupun perempuan. Demokrasi yang menjadi ‘kran’ pembuka kebebasan berpendapat maupun berekspresi. Dan, salah satu yang terpenting baginya, demokrasi yang tak memandang perempuan sebagai kaum marginal lagi di masyarakat.

Tawakkol adalah wanita termuda yang pernah menerima Nobel Perdamaian. Ia juga wanita Arab pertama, sekaligus Muslimah berjilbab pertama yang pernah menerima Nobel Perdamaian. Nama Tawakkol Karman juga menambah daftar perempuan penerima Nobel Perdamaian yang jumlahnya masih tergolong sedikit.
Perempuan adalah fondasi bagi sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang bermartabat pasti menghargai para perempuannya, yang telah berjasa besar dalam menghasilkan generasi-generasi penerus bangsa, yang akan membawa perubahan besar bagi bangsa tersebut. Perempuan yang menjadi “Ibu Revolusi”.

http://www.mizan.com/index.php?fuseaction=news_det&id=345

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
THANKS FOR VISITING DEWIMARLAINA.BLOGSPOT.COM