Para ilmuwan merujuk kemampuan otak untuk memikirkan tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan sebagai "kronestesia", atau perjalanan waktu mental, walaupun sedikit diketahui tentang bagian-bagian otak mana yang menyebabkan pengalaman sadar ini.
Dalam sebuah studi baru, para peneliti menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional untuk menyelidiki hubungan saraf perjalanan waktu mental dan memahami sifat atau ciri waktu mental di mana "perjalanan" metaforis ini terjadi.
Para peneliti yakni Lars Nyberg dari Universitas Umea di Umea, Swedia, Reza Habib dari Universitas Illinois Selatan di Carbondale, Illinois, dan Alice S. N. Kim, Brian Lveine, dan Endel Tulving dari Universitas Toronto di Toronto, Ontario, mempublikasikan hasil studi mereka di edisi baru Proceedings of the National Academy of Sciences.
"Perjalanan waktu mental terdiri dari dua rangkaian proses independen: 1. hal-hal yang menentukan konten setiap aksi seperti 'perjalanan': apa yang terjadi, siapa "para aktornya", di mana aksi itu terjadi; hal itu mirip dengan konten tentang menonton sebuah film yakni segala sesuatu yang anda lihat pada layar; dan 2. hal-hal yang menentukan momen waktu subyektif di mana aksi tersebut terjadi, yakni masa lampau, masa kini, atau masa depan." Demikian seperti yang dikatakan Tulving kepada Physorg (22/12/10).
"Dalam neurosains kognitif, kita tahu sedikit tentang ruang yang dirasa, diingat, diketahui, dan dibayangkan," katanya. "Kita pada dasarnya tidak tahu tentang waktu yang dirasa, diingat, diketahui, dan dibayangkan. Ketika anda mengingat sesuatu yang anda lakukan tadi malam, anda secara sadar tahu bukan saja kejadian yang terjadi dan bahwa anda berada 'di sana', sebagai pengamat atau partisipan ('memori episodik'), tapi juga bahwa hal tersebut terjadi kemarin, yaitu pada waktu yang sudah tak ada lagi. Pertanyaan yang timbul ialah, bagaimana anda tahu bahwa hal tersebut terjadi pada waktu lain yang bukan 'sekarang'?"
Dalam studi mereka, para peneliti meminta beberapa subyek yang terlatih untuk secara berulang memikirkan tentang berjalan di suatu lingkungan yang dikenal pada salah satu kondisi di masa lalu yang dibayangkan, masa lalu yang nyata, masa kini, atau masa depan yang dibayangkan. Dengan menjaga konten yang sama dan hanya mengganti waktu mental di mana hal tersebut terjadi, para peneliti dapat mengidentifikasi bagian-bagian otak mana yang terkorelasi dengan memikirkan tentang kejadian yang sama pada waktu berbeda.
Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa wilayah pada korteks lateral parietal kiri, korteks depan kiri, dan serebelum, begitu juga dengan talamus, diaktifkan secara berbeda-beda ketika para subyek memikirkan tentang masa lampau dan masa depan dibandingkan dengan masa kini. Secara khusus, aktifitas otak sangat mirip dengan memikirkan semua tentang waktu-waktu bukan masa kini (masa lalu yang dibayangkan, masa lalu nyata, dan masa depan yang dibayangkan).
Oleh karena waktu mental merupakan produk atau hasil otak manusia dan berbeda dari waktu eksternal yang diukur oleh jam dan kalender, para ilmuwan juga menyebut waktu ini dengan "waktu subyektif". Secara definisi, kronestesia merupakan sebuah bentuk kesadaran yang memperkenankan orang untuk berpikir tentang waktu subyektif ini dan secara mental berjalan di dalamnya.
Beberapa penelitian sebelumnya mempertanyakan apakah konsep waktu subyektif benar-benar diperlukan bagi pemahaman kesamaan dalam aktifitas otak selama memikirkan masa lalu dan masa depan dibandingkan dengan memikirkan masa kini. Beberapa studi sebelumnya mengindikasikan bahwa kemampuan otak untuk mengkonstruksi adegan, dan bukan waktu subyektif, dapat menjelaskan kemampuan untuk memikirkan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan masa depan. Namun, karena konstruksi adegan konstan dalam studi ini, hasil baru mengindikasikan bahwa kemampuan otak untuk memahami waktu subyektif sebenarnya diperlukan untuk menjelaskan bagaimana kita memikirkan tentang masa lalu dan masa depan.
"Hingga saat ini, proses-proses yang menentukan isi dan proses yang menentukan waktu belum dipisahkan dalam studi pencitraan saraf fungsional kronestesia; secara khusus, belum ada studi di mana bagian-bagian otak terlibat dalam waktu saja, ketimbang waktu bersama-sama dengan aksi, telah diidentifikasi," kata Tulving. "Konsep 'kronestesia' pada dasarnya merupakan hal baru. Oleh karena itu, saya katakan, hasil terpenting studi kami ialah penemuan baru bahwa nampaknya ada bagian-bagian otak yang lebih aktif pada masa lalu (yang dibayangkan) dan masa depan (yang dibayangkan) ketimbang pada masa kini (yang dibayangkan). Intinya, kami menemukan beberapa bukti kronestesia. Sebelum kami melakukan studi ini, sama sekali mungkin untuk membayangkan bahwa kami tidak menemukan apa-apa!"
Dia menambahkan bahwa, pada tahap ini, terlalu dini untuk membicarakan tentang implikasi atau aplikasi yang mungkin tentang pemahaman bagaimana otak memikirkan tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan.
"Kami berharap, studi kami ini merupakan yang pertama meletakkan batu fondasinya dan yang lain akan mengikuti," katanya. Penemuan kami, seperti yang saya singgung di atas, bersifat menjanjikan, tapi harus direplikasi, dicek validitas dan reliabilitasnya, dan di atas semuanya itu, diperluas ke kondisi dan situasi lainnya, sebelum kami bisa mulai memikirkan tentang implikasi serta aplikasinya."
http://www.pnas.org/content/early/2010/12/01/1016823108.full.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar